Upaya Mengatasi Lumpur Lapindo

Tidak ada yang dapat memprediksi batas waktu penghentian semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, sebab kita berhadapan dengan alam. Beberapa skenario usaha untuk menghentikan semburan telah dipikirkan. Demikian pula strategi pengolahan air lumpur.

Hal yang mengkhawatirkan, jika hujan turun, air akan membawa material lumpur bergerak dan mengalir pada area lebih luas. Hal ini akan menambah deretan bencana ekologi di Indonesia.

Risiko bahaya senyawa yang terperangkap dalam lumpur terhadap beberapa organisme telah dirasakan. Pada konsentrasi rendah, senyawa itu menyebabkan sesak napas, sakit kepala, iritasi kulit, dan gatal pada mata penduduk sekitar. Adapun pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan hati dan ginjal serta meningkatkan risiko terkena kanker.

Jika dialirkan ke laut, residu senyawa berpengaruh pada rantai makanan di laut. Apabila meresap ke dalam air tanah, air tidak dapat diminum. Residu senyawa berbahaya dapat tersebar secara tidak terkendali, kemudian terakumulasi pada keseluruhan rantai makanan baik di darat, laut, maupun udara.

Oleh karena itu, terbebasnya air lumpur dari residu bahan organik dan anorganik yang berbahaya sangat disyaratkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebelum air lumpur hasil pengolahan dibuang ke lingkungan. Fakta menunjukkan, sejauh ini lumpur belum dapat digunakan untuk mengecambahkan biji-bijian dan rumput-rumputan.

Salah satu alternatif teknik pemulihan kondisi dalam pengelolaan lokasi lumpur adalah pendekatan biologi yang terpadu dengan pendekatan fisik dan kimia. Penanganan secara biologis menggunakan mikroorganisme, dalam hal ini bakteri. Teknik ini dapat mengawali usaha meminimalkan kerusakan lingkungan, bersifat ramah lingkungan, biaya relatif lebih murah, dapat diperbarui, dan tidak ada transfer pencemar dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Teknologi ini dapat digunakan untuk penyempurnaan setelah proses fisika dan kimia berjalan efektif.

Teknologi ini didasari dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami, misalnya hidrokarbon, fenol, dan kresol, dalam lumpur Lapindo sebagai sumber energi serta karbon. Proses dekomposisi menghasilkan karbondioksida, air, biomassa mikroba, dan senyawa lebih sederhana atau lebih tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asal.

Secara sederhana, proses meminimalkan toksisitas lumpur Lapindo Brantas dapat dilakukan dengan mengaktifkan mikroorganisme alami yang mampu menguraikan senyawa-senyawa terperangkap dalam lumpur. Proses ini dapat dilakukan langsung di lokasi luapan lumpur. Kita tidak perlu repot menggali tanah dan memindahkan ke lokasi khusus. Selain itu, lumpur dapat juga dipindahkan ke bak-bak pengolahan kemudian diberi perlakuan khusus.

Pada umumnya teknologi ini hanya dilakukan pada kontaminan organik dalam tanah atau air yang mudah dibersihkan secara alamiah. Namun, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pada senyawa kontaminan yang lebih sulit, misalnya kontaminasi logam berat atau senyawa anorganik lainnya.

Pada prinsipnya, bioproses untuk pencemar organik dan anorganik tidak berbeda. Lumpur yang mengandung senyawa toksik diharapkan bisa diproses sehingga mencapai tingkat aman. Sebelumnya lumpur perlu diuji untuk memastikan keamanannya agar ekosistem lain tidak ikut terganggu.

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mendesain dan mengoperasikan proses yang melibatkan mikroorganisme antara lain seleksi isolat yang mampu tumbuh baik pada media air lumpur atau padatannya diikuti pemilihan biomassa dari isolat-isolat tersebut yang sesuai dengan tingkatan pengolahan direncanakan, waktu kontak dengan senyawa terperangkap lumpur, proses pemisahan biomassa, dan pembuangan biomassa yang telah digunakan.

Pengolahan air maupun lumpur akan berlangsung optimal apabila ditemukan suatu mikroorganisme yang mempunyai aktivitas tinggi dalam lumpur, terutama yang berpotensi mendetoksifikasi senyawa racun. Kecepatan biodegradasi senyawa-senyawa yang terperangkap lumpur dipengaruhi antara lain oleh konsentrasi dan komposisi senyawa dalam lumpur, konsentrasi biomassa, suhu, keasaman, ketersediaan nutrien termasuk mikronutrien, akseptor elektron, ketersediaan substrat primer, dan terjadinya adaptasi mikroorganisme terhadap kondisi lingkungan baru.

Senyawa-senyawa yang terperangkap dalam lumpur sangat kompleks. Oleh karena itu, keberhasilan teknologi ini sangat bergantung pada pendekatan multidisipliner, termasuk di dalamnya bidang rekayasa, mikrobiologi, ekologi, geologi, dan kimia.

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya mencoba mengulturkan bakteri menggunakan lumpur sebagai media. Setidaknya ada delapan isolat bakteri yang mampu tumbuh pada media lumpur. Sejauh ini pengujian karakteristik bakteri itu dikategorikan dalam genus Bacillus. Di antara isolat bakteri, ada yang mempunyai kemampuan tumbuh baik dalam senyawa fenol. Senyawa fenol yang terkandung dalam lumpur relatif tinggi. Isolat-isolat tersebut juga mempunyai kemampuan mengakumulasi logam kadmium (Cd) dan plumbum (Pb) serta mempunyai toleransi tinggi terhadap beberapa logam nikel (Ni), aluminium (Al), besi (Fe), perak (Ag), tembaga (Cu), kobalt (Co), khrom (Cr), merkuri (Hg), seng (Zn), mangan (Mn), molibdenum (Mo), dan magnesium (Mg).

Oleh karena itu, koleksi kami dapat dijadikan salah satu solusi alternatif untuk mengembangkan teknologi produksi inokulan yang mendukung teknologi aplikasi pengolahan air lumpur dalam usaha meminimalkan racun dalam lumpur.

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to comments via RSS Feed

Arsip

Tulisan Terakhir

Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Laman

Kategori

Komentar Terbaru